MAKASSAR - Pilkada Barru beberapa terakhir ini menjadi perhatian sejumlah pihak lantaran Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Aska Mappe seba...
MAKASSAR - Pilkada Barru beberapa terakhir ini menjadi perhatian sejumlah pihak lantaran Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Aska Mappe sebagai anggota Kepolisian yang disetorkan ke KPU Barru dianggap cacat hukum.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Barru pun menuai banyak protes dari berbagai pihak, bahkan kantor KPU didemo oleh dua kubu Paslon yakni simpatisan dari Paslon nomor urut satu Mudassir Hasri Gani -Aksa Kasim dan simpatisan Paslon nomor urut tiga Malkan Amin-Salahuddin Rum.
Pasalnya, proses pencalonan Aska Mappe mestinya tak memenuhi syarat. Berkas administrasinya, dinilai cacat hukum tetapi malah diloloskan oleh KPU Barru menjadi kandidat Pilkada. Hal tersebut bisa dilihat pada SK pemberhentiannya sebagai anggota Polri. Mestinya, berdasarkan aturan UU kepolisian dan PKPU, SK itu mestinya belum terbit.
Seperti diketahui, berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 19 tahun 2011 mengatakan bahwa bagi anggota kepolisian yang berpangkat perwira menengah yang akan mengikuti ajang pemilihan bupati/wakil bupati, keputusan pengunduran diri harus ditanda tangani oleh Kapolri dalam hal ini pangkat Aska Mappe adalah Kompol dan ia termasuk perwira menengah.
Pemerhati Pilkada Sulsel, Asdar Akbar menegaskan KPU Barru harus berani menentukan sikap terhadap Pasangan Suhardi Saleh-Aska Mappe. Jika tidak memenuhi syarat, maka harus berani mengambil sikap. Menyampaikan kepada publik secara terbuka.
"KPU yang jentelmen dong, jika memang cacat administrasi, KPU Barru mestinya tak perlu ngotot mempertahankan. Sebaliknya, jika admistrasi pencalonan sudah sesuai aturan dan tidak cacat hukum maka sampaikan kepada publik secara profesional," tegasnya, Sabtu (21/11/2020).
Menurut Asdar, kasus tersebut selain bisa berujung pada pidana, hal ini juga tidak baik bagi proses demokrasi. Dirinya pun menyakini masyarakat Barru tidak menginginkan pelanggaran hukum administrasi terjadi di Pilkada Barru 2020. Karena itu akan menjadi kenangan yang buruk dan tercatat dalam lembar sejarah.
"Bila KPU tetap melanjutkan, maka tentu ada persepsi negatif dari masyarakat. Misalnya, Rakyat akan bertanya; " "Ada udang apa di balik batu tentang semua ini". Ada pepatah yang mengatakan "tak ada makanan yang gratis, maka rakyatpun pasti bertanya, makanan gratis seperti apa yang KPU dapatkan sampai membuat situasi gaduh dengan meloloskan pendamping petahana yang secara kasad mata melanggar aturan perundangan-undangan. Semua ini harus jelas," pungkasnya. (*)
Penulis: Asdar Bintang Top.
Tidak ada komentar